Bintan, gebraknusantara.co.id
Sepertinya Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bintan sedang kewalahan mencari lokasi tempat pembuangan sampah. Biasanya disebut juga Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Padahal, salah seorang pejabatnya kini masih dalam proses hukum lantaran hal tersebut. Tapi, urusan tempat pembuangan sampah tampaknya masih menjadi dilema.
Hamparan sampah di kawasan Hutan Produksi di Kampung Kebun Lima.
Pemberitaan edisi lalu di media ini, bahwa Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Bintan dengan leluasa membuang sampah di kawasan Hutan Produksi di Kampung Kebun Lima Kelurahan Teluk Lobam Kecamatan Seri Kuala Lobam (SKL) Kabupaten Bintan. Padahal, pihak KPHP (Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi) Bintan-Tanjungpinang telah memasang papan larangan beraktivitas di kawasan itu.
Bahkan, di dalam papan larangan itu tertulis jelas tentang aturan dan sanksi berat bagi siapa saja yang berani melanggar maupun merusak hutan produksi. Tapi sepertinya papan larangan itu dianggap sebagai pajangan belaka. Buktinya, sampah-sampah yang diangkut dari berbagai tempat masih saja dibuang ke lokasi itu. Bahkan, proses pembuangannya pun telah bertahun-tahun.
Aprizal, Kepala DLH Kabupaten Bintan coba dikonfirmasi melalui layanan WA ke telepon genggamnya (16/01/2023). Guna menanyakan legalitas lahan yang dijadikannya sebagai tempat pembuangan sampah itu. Sayangnya, ditunggu hari ini, Aprizal tak menjawab.
Hal yang sama juga dilakukan terhadap Firman, Sekretaris Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Bintan. Firman dikonfirmasi lewat WA ke Ponsel nya (16/01/2023). Namun, tetap saja tak ada respon.
Disisi lain, Martin Dalimunthe, Wakil Direktur (Wadir) Humas Lembaga Kelautan dan Perikanan Indonesia (LKPI) Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) sangat tertarik untuk mengomentari persoalan tersebut. Menurut pria asal Sumutera Utara ini, kawasan itu memang sudah ditetapkan sebagai kawasan Hutan Produksi. Menurutnya, hutan yang dilindungi, baiknya jangan dirusak.
“Saya tertarik mengomentari masalah kawasan hutan produksi dijadikan tempat pembuangan sampah itu. Karena, hal Itu jelas-jelas melanggar aturan yang ada. Tapi kenapa masih saja ada yang berani merusaknya. Padahal, aturan sudah menyebutkan, bagi siapa saja yang merusak hutan akan dikenakan saksi berat, “ujarnya geram.
Ditambahkannya. “Apalagi saya dengar, justru yang merusak malah dari pihak pemerintahan. Saran saya, baiknya pihak KPHP bertindak tegas. Bila perlu, seret saja ke ranah hukum pejabat yang terlibat merusak kawasan itu. Apalagi ada Undang-undang yang telah mengatur sanksi hukumnya, “saran Martin.
Sanksi Terhadap Perusak Lingkungan
Ancaman hukuman terhadap perusak lingkungan sangat berat. Perusak lingkungan ditetapkan melanggar tindak pidana lingkungan hidup. Sesuai Pasal 98 ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Dengan ancaman hukuman pidana penjara paling singkat 3 Tahun dan paling lama 10 Tahun. Dan denda pidana paling sedikit Rp. 3 Milyar dan paling banyak Rp. 10 Milyar. (Richard).